Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui Deputi Pembiayaan Syariah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) mengenalkan instrumen pembiayaan syariah di depan ratusan civitas akademika Universitas Peradaban pada Kamis, 10 November 2022. Dipandu oleh MC Ririn Setyorini, M.Pd. dan moderator Mochamad Fathoni, S.IP., M.Si., acara dibanjiri antusiasme mahasiswa dalam mengikuti pemaparan dari narasumber.

Rektor Universitas Peradaban Dr. Muh. Kadarisman, S.H., M.Si. dalam sambutannya menyampaikan rencana pembangunan lanjutan empat gedung termasuk auditorium serta akan menetapkan penambahan ruang kelas sebagai skala prioritas.

“Terkait pembiayaan pembangunan gedung kami mohon arahan dari Kementerian Keuangan”, kata Kadarisman.

Disambung dengan sambutan Ketua Yayasan Wakaf Perguruan Ta’allumul Huda Abdullah, S.Pd. menjelaskan, awal mula terbentuknya Universitas Peradaban hingga keberadaannya yang masih eksis sampai saat ini.

Untuk pertama kalinya, di  tahun 2008 pemerintah menerbitkan instrumen pembiayaan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau juga biasa dikenal dengan sukuk negara. Sejak awal, penerbitan ini tidak hanya ditujukan sebagai sumber pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lebih penting lagi, sukuk negara merepresentasikan kehadiran pemerintah dalam mendukung perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dan pasar global serta untuk menjaga stabilitas fiskal di masa depan.

Pemerintah menerbitkan sukuk negara baik di dalam maupun luar negeri, dan sudah diwujudkan untuk membangun negeri dalam bentuk pembangunan jembatan, jalan tol, dan sebagainya. Hal ini berimbas pada pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitarnya.

“Saat ini sukuk negara telah menjadi salah satu instrumen pembiayaan dan investasi yang sangat signifikan,” ungkap Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Dwi Irianti Hadiningdyah, S.H., M.H.

“Berbagai lembaga keuangan syariah seperti perbankan syariah dan asuransi syariah telah menjadikan sukuk negara sebagai outlet investasi. Di pasar internasional, Indonesia menorehkan catatan sebagai frequent sovereign sukuk issuer, dengan kata lain Indonesia telah menunjukkan kepemimpinan melalui penerbitan sukuk hijau pertama dan terbesar di dunia serta sukuk hijau ritel pertama di dunia”, sambung Dwi.

Wanita lulusan University of Delaware tersebut menambahkan, sampai dengan tahun 2022, total penerbitan SBSN telah mencapai Rp2.190 triliun dengan outstanding saat ini diatas Rp1.050 triliun. Outstanding yang dimaksud adalah posisi yang menunjukkan jumlah nilai uang debitur yang belum dibayarkan kepada kreditur pada saat tertentu.

Menurutnya, dengan pesatnya perkembangan pasar obligasi hijau global dalam beberapa tahun terakhir, Kementerian Keuangan dapat melihat peluang untuk mengembangkan instrumen baru dan inovatif untuk membiayai proyek hijau. Kementerian Keuangan kemudian mengembangkan Kerangka Green Bond dan Sukuk Hijau yang mengatur pengelolaan dan penggunaan dana, kelayakan dan kriteria proyek, serta mekanisme pelaporan obligasi hijau/sukuk negara yang diterbitkan oleh pemerintah.

Lebih lanjut Dwi menjelaskan, Kementerian Keuangan sangat peduli pada dunia pendidikan dan kesetaraan gender. Implementasinya adalah mendukung pengembangan/pembangunan kampus-kampus di seluruh Indonesia. Dwi menyarankan agar kampus segera membuat inkubator wakaf.

“Untuk bisa menjadi sukses dan memiliki kewenangan, kita harus bersaing secara sehat. Otak kita harus diisi dengan nutrisi, bukan diisi hal-hal yang tidak baik. Jaga waktu, jaga akhlak, pantaskan diri dari sekarang sehingga bisa memiliki keunggulan dan mencintai serta mengabdi pada negeri kita”, pungkas Dwi.

Categories: Berita