Sabtu (22/7/2023), Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Peradaban sukses menyelenggarakan kegiatan Seminar Nasional Kewirausahaan dengan tema “Menjadi Enterpreneur Milenial Bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Pada Era Digital Melalui Literasi Kewirausahaan” dengan metode daring. Dihadiri peserta dari berbagai daerah dan diisi oleh narasumber yang kompeten di bidangnya antara lain Dr. Chafit Ulya, S.Pd., M. Pd.
(Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Sebelas Maret) dan Ali Muakhir
(Author, Content Writer, dan Influencer).
Seminar secara resmi dibuka oleh Rektor Universitas Peradaban Dr. Muh. Kadarisman, S.H., M.Si. Dalam sambutannya Kadarisman menyampaikan bahwa tema seminar ini sangat penting untuk membangun entrepreneur perguruan tinggi. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 menjadi acuan bagi perguruan tinggi untuk terlibat dalam program pengembangan kewirausahaan sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat. “Universitas Peradaban memberikan kontribusi secara nyata terutama kepada generasi milenial dalam hal ini mahasiswa untuk menjadi wirausahawan muda, sehingga pembangunan nasional dapat terbantu karena terciptanya lapangan kerja,” lanjutnya.
Menurutnya, perguruan tinggi memiliki peran penting dalam tumbuh kembangnya wirausahawan muda sehingga perlu dilengkapi dengan pusat pengembangan kewirausahaan dengan harapan mampu mendorong dan membantu mahasiswa untuk memulai usaha. Mahasiswa perlu diberikan pendidikan kewirausahaan dalam berbagai konteks pendidikan baik secara formal maupun informal untuk mendorong pola pikir kewirausahaan mahasiswa sehingga perguruan tinggi mampu melahirkan banyak wirausahawan baru yang siap dan tangguh. Permasalahan yang dihadapi mahasiswa terkait berbagai peluang dari universitas maupun pemerintah adalah ketidakmampuan dan motivasi mahasiswa untuk memulai usaha.
Lebih lanjut Kadarisman mengungkapkan bahwa Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga dimana banyak wirausahawan lahir dari perguruan tinggi. Pemerintah saat ini terus berupaya mengundang berbagai perguruan tinggi untuk membantu, mencetak calon wirausahawan muda dari kalangan milenial untuk bersaing secara nasional maupun globa sehingga mampu mencetak lapangan kerja. Oleh karena itu visi misi perguruan tinggi harus dirubah dari high learning institute and research university menjadi entrepreneur university, atau paling tidak menyeimbangkan antara kedua kebijakan tersebut. Keduanya bisa berhasil secara bersamaan sehingga bisa diaplikasikan untuk kepentingan dunia usaha.
Menutup sambutannya, Kadarisman berharap jumlah pengangguran yang semakin tinggi di Indonesia dan diperparah dengan rendahnya minat lulusan perguruan tinggi untuk berwirausaha menjadi problematika yang dapat dipecahkan bersama, juga merubah mindset masyarakat dan dunia perguruan tinggi untuk berorientasi kepada research base dan entrepreneur base.
Disambung paparan pemateri pertama Dr. Chafit Ulya, S.Pd., M. Pd. “Menjadi entrepreneur bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia masih menjadi sesuatu yang sangat baru, dimana berdasarkan survey terhadap Mahasiswa FKIP UNS hanya 3,5% yang tertarik untuk bergelut di bidang kewirausahaan,” jelasnya. Tantangan pendidikan saat ini, potensi bisnis bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, peluang dan tantangan milenialpreneur bidang bahasa, tiga langkah penting milenialpreneur, serta kisah inspiratif milenialpreneur menjadi enal hal penting yang dibahas tuntas dalam paparannya.
“Kita sudah mengalami situasi atau perubahan yang luar biasa cepatnya mulai dari era revolusi indusri 2.0 sampai dengan sekarang, juga model AI maka perubahan-perubahan itu mengarah pada satu hal yaitu kompetisi yang tidak hanya melahirkan persaingan antara manusia dengan manusia tapi juga manusia dengan kecerdasan buatan atau teknologi. Harus ada perubahan paradigma pendidikan, yang tadinya pendidikan tidak hanya menciptakan calon tenaga kerja maka sekarang sudah harus dipikirkan untuk mencetak orang-orang yang menciptakan lapangan , yang kreatif, inovatif, yang mampu membuka lapangan kerja setidaknya bagi dirinya sendiri atau bagi orang-orang di sekitarnya. Orang yang akan menjadi pemenang pada era kompetisi ini adalah orang yang mampu mengenali dan mengoptimalkan potensi terbaik yang ada pada dirinya untuk dikembangkan menjadi kompetensi unggulan sehingga akan mampu membuatnya menjadi pribadi yang unik yang membedakan dirinya dengan orang lain,” jelas Chafit.
Pria lulusan Universitas Sebelas Maret tersebut menambahkan, bidang Bahasa dan Sastra serta pengajarannya mempunyai potensi-potensi terbaik yang bisa dioptimalkan yaitu empat keterampilan berbahasa dan bersastra yang bisa digunakan untuk menghasilkan produk barang dan jasa yang bernilai guna dan bernilai jual. Beberapa peluang bisnis yang bisa dipilih oleh Mahasiswa atau orang-orang yang bergerak dalam bidang Bahasa dan Sastra antara lain mengembangkan platform e-learning dan aplikasi mobile pendidikan seperti ruang guru, zenius, akademika, dan sebagainya. Kedua adalah membuat konten materi dan media pembelajaran digital untuk sekolah khususnya guru. Ketiga, konten kreator pendidikan selain mengajar, guru muda juga bisa membuat konten pendidikan dan membuat metode pembelajaran inovatif dan diabadikan dalam media sosialnya. Selanjutnya adalah publikasi e-book interaktif, jasa penyuntingan dan klinik penulisan, kelas kreatif sastra, sanggar sastra, kursus dan bimbingan belajar Bahasa Indonesia khususnya untuk BIPA secara daring karena ketertarikan orang asing terhadap Bahasa Indonesia sangatlah besar. Kemudian bisa juga menyelenggarakan seminar dan pelatihan, dan yang terakhir adalah mengembangkan platform media online yang dapat menjadi wadah menampung karya tulis seperti opini, esai, liputan, ataupun karya sastra.
Chafit membeberkan apa saja upaya yang bisa dilakukan untuk mengembangkan bisnis di bidang Bahasa dan Sastra yaitu membangun personal branding. Kita ingin dikenal sebagai apa, bisa dilakukan dengan cara memanfaatkan media sosial, mengikuti kompetisi, aktif dalam forum, tumbuhkan rasa percaya diri dan jadi diri sendiri jangan tergoda untuk ikut-ikutan atau menjadi orang lain, mintalah testimoni dan endorsement kepada tokoh-tokoh yang bisa mengangkat nama kita. Kita bisa belajar dari kisah sukses orang-orang yang berhasil membangun kerajaan bisnisnya seperti Belva Diarra (Ruang Guru), Ivan Lanin (Nara Bahasa), dan Valerie Patkar (Novelis), “Banyak orang yang sukses punya bisnis, dan sukses di karirnya berangkat dari potensi yang ada pada dirinya, mencintai karena passionnya kemudian mengembangkannya dengan giat berlatih, membangun jejaring hingga namanya dikenal. Semoga dari seminar ini akan muncul calon milenialpreneur yang baru,” tutup Chafit.
Materi kedua disampaikan oleh Ali Muakhir, seorang penulis yang sudah bergelut di bidang penerbitan sejak tahun 2000 dan sudah menulis sejumlah 333 judul buku. Pada kesempatan tersebut Ali berbagi ilmu tentang peluang, tantangan, media digital, dan branding bagi penulis di era digital. “Menulis tidak harus sudah menjadi seorang penulis karena menulis adalah soft skill yang wajib dimiliki semua orang. Bidang apapun pasti terkait dengan kepenulisan apalagi di era digital seperti sekarang tidak ada yang namanya ketinggalan selagi mau berusaha untuk mengikutinya,” jelasnya.
Menurutnya, seiring dengan beralihnya media dari media konvensional kearah media digital membuat siapa pun mudah mengakses media sehingga peluang penulis di era digital sangat besar. Menulis di era digital tidak hanya menulis berita, esai, cerpen, novel, skenario, dan jenis-jenis tulisan lain yang biasa ditulis, melainkan juga berpeluang pada jenis-jenis tulisan yang dibutuhkan di era digital Content Writer, Copy Writer, Script Writer, UX Writer, Technical Writer, dan penulis/pembuat konten digital di platform online.
“Tantangan penulis di era digital adalah tantangan internal dan eksternal. Kita bisa memilih banyak hal sejauh apa kita bisa mengukur skill kita, mau fokus menulis apa, di media mana, serta konsistensi dalam menulis menjadi tantangan yang datang dari diri kita sendiri. Sedangkan tantangan eksternal bisa datang dari banyak bermunculan penulis baru yang kadang tak terduga, munculnya platform media baru yang menuntut kita harus selalu beradaptasi dengan pengetahuan baru, dunia yang cepat berubah, serta penulis jaman sekarang ingin serba instan atau cepat menghasilkan,” sambung Ali.
“Membangun branding atau aktivitas memasarkan diri bagi seorang penulis bisa dimulai dari menentukan persona, misal sebagai Penulis Bacaan Anak. Selanjutnya menentukan media branding dimana cara yang paling mudah adalah melalui media sosial, konsisten dalam membangun branding, dan nikmati hasilnya meski perlu waktu namun hasilnya akan pasti didapat,” pungkasnya.